Cari Blog ini

Rabu, 14 September 2011

Novel harry Potter 7 bab 2

Harry terluka. Ia menggenggam tangan kanannya dengan tangan kirinya, 
menyumpahnyumpah dalam bisikan. Ia membuka pintu kamar dengan bahunya. 
Terdengar suara pecahan perabot porselen, dan sebuah pecahan cangkir 
berisi teh dingin tergeletak di lantai depan pintu kamarnya. 
"Apa-apaan…?" 
Ia melihat sekelilingnya, rumah nomor empat, Privet Drive yang sepi. Sepertinya 
ide cangkir teh ini adalah salah satu ide jebakan terbaik dari Dudley. Menjaga 
agar tangannya yang terluka tetap terangkat, Harry mengambil semua pecahan
cangkir itu dengan tangannya yang lain, dan membuangnya ke tempat sampah di 
dekat pintu kamarnya. Lalu ia langsung ke kamar mandi untuk mencuci lukanya. 
Sungguh benar-benar bodoh dan membosankan, bahwa ia harus menghabiskan 
empat minggu menahan diri untuk tidak menggunakan sihir… tapi ia merasa 
bahwa luka di jarinya dapat memaksanya untuk melakukan sihir. Sayangnya ia 
tak pernah belajar bagaimana mengobati luka, dan sekarang ia mulai berpikir 
bagaimana cara melakukannya. Ia berencana untuk menanyakan caranya pada 
Hermione, Sekarang ia menggunakan banyak tisu untuk membersihkan 
tumpahan tehnya sebelum ia kembali ke kamar dan membanting pintu kamarnya. 
Harry menghabiskan pagi ini untuk mengosongkan koper yang selalu ia gunakan 
selama enam tahun terakhir. Pada tahun pertamanya, ia memenuhi kurang lebih 
tiga perempatnya lalu kadang mengganti atau menambahkan isinya tiap tahun, 
dan meninggalkan sisa-sisa di dasar koper – pena bulu lama, mata kumbang yang
telah mengering, dan kaus kaki yang sudah tidak cukup lagi. Beberapa menit 
sebelumnya, Harry memasukkan tangannya ke dalam tumpukan itu, dan 
menghasilkan rasa sakit yang luar biasa dan pendarahan di keempat jari tangan 
kanannya. 

Kini ia lebih berhati-hati. Ia berlutut di sebelah kopernya, ia meraba-raba dasar 
kopernya dan menemukan sebuah lencana tua yang berkedip-kedip antara 
DUKUNG CEDRIG DIGGORY dan POTTER BAU, Teropong Musuh rusak yang 
sudah tak bisa dipakai lagi, sebuah liontin emas dengan sebuah catatan dari 
R.A.B. di dalamnya, dan akhirnya ia menemukan apa yang melukai jarinya. Ia 
langsung mengenalinya. Sebuah pecahan cermin sepanjang lima senti pemberian 
bapak baptisnya, Sirius. Harry meletakkannya dan melanjutkan mencari 
peninggalan lain dari bapak baptisnya. Tapi yang tersisa hanya sisa pecahan 
cermin yang tersebar di dasar kopernya. 
Harry duduk dan memerhatikan cermin yang telah melukai jarinya, yang 
dilihatnya hanyalah bayangan dari mata hijau cerahnya. Lalu ia meletakkan 
pecahan cermin itu di atas Daily Prophet terbitan hari ini, yang tergeletak 
begitu saja di atas tempat tidur. 
Butuh empat jam penuh untuk mengosongkan koper, membuang yang tidak perlu, 
memilih barang-barang apa yang akan kembali masuk ke dalam koper dan akan ia 
bawa. Jubah sekolah, jubah Quidditich, kuali, perkamen, pena bulu, buku 
sekolahnya, jelas ia akan meninggalkannya. Ia membayangkan apa yang akan 
dilakukan oleh paman dan bibinya, mungkin mereka akan membakarnya, 
menganggapnya seperti barang bukti kejahatan. Baju Muggle, Jubah Gaib, bahan 
membuat ramuan, beberapa buku, album foto yang Hagrid berikan padanya, 
setumpuk surat, dan tongkatnya, dipaksa masuk ke dalam ransel tuanya. Di 
kantung depan, tersimpan Peta Perompak dan liontin dengan catatan dari R.A.B. 
di dalamnya. Liontin itu begitu penting karena begitu banyak hal terjadi dalam 
usaha untuk mendapatkannya. 
Setumpuk koran tergeletak di meja sebelah burung hantu peliharaannya, 
Hedwig, yang datang setiap hari selama Harry menghabiskan liburan musim 
panasnya di Privet Drive. 
Harry berdiri, meregangkan otot-ototnya, dan berjalan menuju meja. Hedwig 
diam saja saat Harry mulai membuang koran-koran itu ke dalam tempat 
sampah. Burung hantu itu sedang tidur, atau berpura-pura tidur. Ia sedang 
marah pada Harry karena begitu jarang mengizinkannya keluar dari kandang. 
Begitu tumpukan koran mulai menipis, Harry mencari satu edisi koran yang 
terbit saat ia baru tiba di Privet Drive. Ia ingat bahwa di halaman depan
tercetak berita kecil tentang pengunduran diri Charity Burbage, guru Telaah 
Muggle di Hogwarts. Dan ia menemukannya. Ia membuka halaman sepuluh, ia 
duduk di kursinya dan mulai membaca ulang berita duka yang dicarinya. 
MENGENANG ALBUS DUMBLEDORE 
oleh Elphias Doge 
Pertama kali aku bertemu dengan Albus Dumbledore adalah saat aku berusia 
sebelas tahun, di hari pertama kami di Hogwarts. Ketertarikan kami berawal 
saat kami diacuhkan oleh orang-orang. Aku baru saja terkena cacar naga sesaat 
sebelum masuk sekolah, walaupun sudah tak lagi menular, bekas cacar kehijauan 
itu membuat hanya sedikit orang berani mendekatiku. Sedangkan Albus, datang 
ke sekolah membawa nama buruk. Beberapa tahun sebelumnya, ayahnya, 
Percival, ditangkap karena telah menyerang tiga Muggle muda dengan kejam. 
Albus tidak pernah mengelak bahwa ayahnya (yang meninggal di penjara 
Azkaban) telah berbuat kesalahan. Sebaliknya, saat aku memberanikan diri 
untuk bertanya, dia malah meyakinkanku bahwa ayahnya benar-benar bersalah. 
Lalu, Dumbledore tidak akan melanjutkan ceritanya, tidak ingin membicarakan 
hal-hal sedih, katanya. Walaupun banyak orang yang mengungkit-ungkit hal 
tersebut. Beberapa di antaranya, memuji tindakan ayahnya, dan menganggap 
bahwa Albus juga seorang pembenci Muggle. Tapi mereka benar-benar keliru. 
Karena semua orang tahu bahwa Albus tidak pernah tertarik dengan gerakan 
anti-Muggle. Malahan dia sangat mendukung hak-hak Muggle, yang membuatnya 
memiliki banyak musuh dalam beberapa tahun terakhir. 
Dalam beberapa bulan, nama Albus mulai lebih dikenal daripada nama 
ayahnya. Di akhir tahun pertamanya, dia tak lagi dikenal sebagai anak dari 
seorang pembenci Muggle, namun lebih dikenal sebagai siswa paling 
cemerlang yang pernah ada di sekolah. Dan teman-temannya mendapatkan 
banyak keuntungan darinya, termasuk pertolongan dan dorongan semangat 
yang tulus darinya. Dan dia mengaku padaku bahwa dia menemukan 
kesenangan tersendiri saat mengajar. 
Dia tidak hanya memenangkan semua hadiah yang sekolah pernah tawarkan, dia 
juga secara rutin berkoresponden dengan para penyihir hebat pada masanya, 
termasuk Nicolas Flamel, alkemis kenamaan, Bathilda Bagshot, sejarahwati 
terkemuka, dan Adalbert Waffling, ahli teori sihir. Beberapa esainya tiba-tiba 
dipublikasikan di Transfiguration Today, Challenges in Charming, dan Practical 
Potioneer. Karir masa depan Dumbledore sepertinya sudah terukir. Dan 
pertanyaan yang tersisa hanyalah kapan kira-kira dia akan menjadi Menteri
Sihir. Walau sudah diprediksikan pekerjaan apa yang akan dia lakukan, dia tidak 
pernah berkeinginan untuk bekerja di Kementrian. 
Tiga tahun setelah dia memulai sekolahnya, saudara Albus, Aberforth, tiba di 
sekolah. Mereka benar-benar tidak mirip. Aberforth bukanlah seorang kutu 
buku seperti Albus. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dengan 
berduel daripada beradu argumen. Namun adalah kesalahan besar bila 
menganggap kakak beradik ini tidak saling bersahabat. Mereka berteman 
layaknya dua orang anak yang berbeda satu sama lain. Bagi Aberforth, tentu 
sulit terus hidup di bawah bayang-bayang Albus. Berusaha terus-menerus untuk 
menjadi lebih cemerlang, baik sebagai teman ataupun saudara. Saat Albus dan 
aku lulus dari Hogwarts, kami berencana untuk berkeliling dunia bersama, 
mengunjungi dan belajar dari penyihir lain, sebelum memulai karir masingmasing. Akan tetapi, sebuah tragedi terjadi. Pada malam keberangkatan kami, 
ibu Albus, Kendra, meninggal, meninggalkan Albus sebagai kepala keluarga. Aku 
menunda keberangkatanku cukup lama untuk dapat menghadiri penguburan 
Kendra, dan melanjutkan perjalananku sendirian. Dengan adik-adik yang butuh 
diurus, dan hanya sedikit emas yang tersisa, tidak mungkin Albus bisa 
menemaniku. 
Dan itu adalah suatu masa di mana kami jarang saling menghubungi. Aku menulis 
pada Albus, keseluruhan perjalananku. Mulai dari bagaimanan aku berhasil lolos 
dari Chimaera di Yunani, hingga bereksperimen dengan alkemis dari Mesir. 
Suratnya kepadaku berisi tentang kesehariannya, yang menurutku tentu sangat 
membosankan untuk seorang penyihir sehebat dirinya. Terbenam sendiri dalam 
perjalananku, di tahun terakhir perjalananku, aku mendengar sebuah berita 
duka, yang menyatakan bahwa Dumbledore mengalami tragedi lain, kematian 
saudarinya, Ariana. 
Walau Ariana memang sudah sakit-sakitan, kematiannya setelah kematian sang 
ibu, sungguh mempengaruhi kedua saudaranya. Semua orang yang dekat dengan 
Albus – dan aku menganggap diriku salah satu di antaranya – yakin bahwa Albus 
merasa bertanggung jawab atas kematian Ariana, walaupun tentu saja, dia tidak 
bersalah. 
Saat aku kembali, aku telah menemui seorang pria muda yang sudah mengalami 
banyak pengalaman layaknya pria berumur. Albus menjadi lebih berhati-hati 
dan periang dari sebelumnya. Dan sebagai tambahan untuk kesengsaraannya, 
hubungan dengan saudaranya Aberforth, mulai merenggang. Kemudian, dia mulai 
jarang membicarakan keluarganya, dan teman-temannya belajar untuk tidak 
mengungkitnya. 
Cerita lain akan mengungkapkan keberhasilannya di tahun-tahun berikutnya.
Kontribusi Dumbledore yang tak terhitung untuk pengetahuan, termasuk 
penemuannya atas dua belas fungsi dari darah naga yang memberi banyak 
keuntungan untuk generasi selanjutnya. Begitu pula kearifan yang 
ditunjukkannya dalam pengadilan saat dia menjadi Chief Warlock of 
Wizengamot. Banyak yang berkata bahwa tidak ada pertarungan yang dapat 
menandingi duel antara Dumbledore dengan Grindelwald di tahun 1945. Mereka 
yang menjadi saksi mata, menggambarkan bagaimana kedua penyihir luar biasa 
itu bertarung. Dan kemenangan Dumbledore, yang memengaruhi dunia sihir dan 
menjadi titik balik sejarah sihir, atas kejatuhan Dia-yang-Namanya-Tak-BolehDisebut. 
Albus Dumbledore tidak pernah membanggakan diri atau menjadi sombong. Dia 
selalu menghargai tiap orang yang dia kenal, dan aku percaya bahwa semua 
tragedi yang pernah dia alami membuatnya menjadi lebih memiliki rasa 
kemanusiaan dan lebih mudah bersimpati. Aku akan sangat merindukan 
persahabatan ini lebih dari yang bisa aku ungkapkan, namun rasa kehilangan ini 
tidak akan memengaruhi dunia sihir. Dia telah menjadi inspirasi dan merupakan 
Kepala Sekolah Hogwarts yang paling dicintai. Dia meninggal seperti saat ia 
hidup, bekerja dengan kemampuannya yang terbaik hingga saat-saat 
terakhirnya, sama seperti saat dia mengulurkan tangannya pada seorang anak 
yang terkena cacar naga, saat pertama aku pertama kali bertemu dengannya. 
Harry selesai membaca, namun terus menatap gambar yang terpampang di 
sana. Dumbledore yang sedang tersenyum ramah, namun tatapan dari balik 
kacamata bulan separonya memberikan kesan, walau dalam koran, seakan 
menembus Harry dan merasakan kesedihan dan rasa malunya. 
Harry merasa sudah sangat mengenal Dumbledore, namun sejak ia membaca 
berita ini, ia menyadari bahwa ia hampir tidak mengenal Dumbledore sama 
sekali, tak pernah sekali pun ia pernah membayangkan masa muda Dumbledore. 
Rasanya ia hanya muncul begitu saja seperti saat Harry mengenalnya – tua, 
berambut keperakan, dan baik hati. Gagasan atas Dumbledore saat remaja 
sungguh aneh, seperti membayangkan bagaimana bodohnya Hermione, atau 
seberapa ramah Skrewt-Ujung-Meletup. Harry tidak pernah berpikir untuk 
menanyakan masa lalu Dumbledore. Ia yakin akan aneh dan kurang sopan. Namun, 
merupakan pengetahuan yang umum tentang pertarungan luar biasa antara 
Dumbledore dan Grindelwald, dan Harry tidak pernah bertanya bagaimana 
kejadiannya, atau semua pencapaiannya yang membuatnya terkenal. Tidak, 
mereka selalu berbicara tentang Harry – masa lalu Harry, masa depan Harry, 
rencana Harry, dan bagaimana Harry saat ini – memberitahu bahwa masa depan 
Harry begitu berbahaya dan tidak pasti. Namun ia melepaskan semua 
kesempatan untuk bertanya tentang Dumbledore. Bahkan pertanyaan pribadi
yang pernah ia tanyakan pada kepala sekolahnya, mungkin tidak dijawab 
sungguh-sungguh oleh Dumbledore. 
"Apa yang Anda lihat saat Anda melihat ke cermin?" 
"Aku? Aku melihat diriku memegang sepasang kaus kaki wol tebal." 
Setelah beberapa menit berpikir, Harry merobek berita itu, melipatnya hatihati dan menyelipkannya ke dalam buku Pertahanan Sihir dan Penggunaannya 
untuk Melawan Ilmu Hitam. Lalu ia membuang sisa koran itu ke tempat sampah 
dan melihat kamarnya. 
Kamarnya jauh lebih rapi. Yang tersisa hanyalah Daily Prophet edisi hari ini, 
masih tergeletak di atas tempat tidur, yang di atasnya ada pecahan cermin. 
Harry berjalan menuju tempat tidurnya, menggeser pecahan cermin dan 
membuka koran. Ia telah melihat tajuknya saat gulungan koran itu baru diantar 
oleh burung hantu, namun tidak ada berita tentang Voldemort. Harry yakin 
bahwa Kementrian telah menekan Prophet untuk tidak memberitakan Voldemort. 
Tapi sepertinya ada sesuatu yang ia lewatkan. 
Di bagian tengah di halaman pertama, tajuk yang lebih kecil dengan potret 
Dumbledore berjalan gelisah. 
DUMBLEDORE – KEBENARAN? 
Minggu depan, cerita yang mengejutkan tentang penyihir jenius yang dianggap 
sebagai penyihir terhebat pada masanya. Mematahkan imej seorang penyihir 
berjanggut keperakan yang tenang dan bijaksana. Rita Skeeter mengungkapkan 
masa kanakkanaknya yang kurang menyenangkan, masa muda yang tidak 
mengenal hukum, dan masa hidup yang penuh perseteruan, dan rahasia yang 
Dumbledore bawa hingga ke liang kuburnya. MENGAPA seseorang yang dapat 
menjadi seorang Menteri Sihir hanya menjadi kepala sekolah? APA tujuan 
sebenarnya dari organisasi rahasia yang diketahui sebagai Orde Phoenix? 
BAGAIMANA Dumbledore meninggal? 
Jawaban dari pertanyaan di atas dan banyak pertanyaan lain akan dibahas dalam 
biografi 'Kehidupan dan Kebohongan Albus Dumbledore', yang ditulis oleh Rita 
Skeeter, wawancara eksklusif bersama Betty Braithwaite, halaman 13. 
Harry membuka korannya dan menemukan halaman tiga belas. Artikel itu
berada di bagian atas halaman dengan potret wajah yang sudah Harry kenal. 
Seorang wanita dengan kacamata hias dan rambut pirang ikal, dengan senyum 
kemenangan yang menunjukkan giginya yang berjajar rapi, menggelungkan 
jari-jarinya ke arahnya. Berusaha untuk tidak peduli pada potret yang 
memuakkan itu, Harry mulai membaca. 
Sebenarnya Rita Skeeter adalah pribadi yang hangat dan lembut bila 
dibandingkan dengan artikelnya yang ganas. Menyambutku di rumahnya yang 
nyaman. Dia langsung mengajakku ke dapur, menyeduhkanku secangkir teh, dan 
memberikan sepotong kue, dan pembicaraan tentang gosip terhangat pun mulai 
mengalir. 
"Ya, tentu saja, Dumbledore adalah sebuah mimpi bagi penulis biografi," kata 
Skeeter. "Hidupnya yang panjang. Aku yakin bukuku adalah yang pertama 
karena akan banyak pula yang lain." 
Skeeter bekerja cukup cepat. Buku setebal sembilan ratus halaman ini hanya 
ditulis dalam jangka waktu empat minggu setelah kematian misterius 
Dumbledore di bulan Juni. Aku bertanya padanya bagaimana dia bisa 
menyelesaikannya begitu cepat. 
"Oh, bila engkau telah menjadi jurnalis seperti aku, bekerja dengan tenggat 
waktu yang pendek akan menjadi kebiasaan. Aku mengerti bahwa dunia sihir 
sangat menanti untuk mengetahui cerita selengkapnya, dan aku ingin menjadi 
orang pertama yang memenuhi keinginan mereka." 
Aku mengatakan padanya tentang komentar Elphias Doge, Special Advisor to 
the Wizengamot, yang merupakan teman lama Albus Dumbledore yang 
menyatakan bahwa "Fakta-fakta yang ditulis Skeeter, tidak lebih dari fakta 
yang tertulis di kartu Cokelat Kodok." 
Skeeter berpaling dan tertawa. 
"Dodgy sayang! Aku ingat saat aku mewawancarai dia beberapa tahun lalu 
tentang hakhak para duyung, terberkatilah dia. Benar-benar konyol, sepertinya 
kami hanya dudukduduk di dasar danau Windermere, dan dia terus 
mengingatkanku untuk berhati-hati dengan ikan trout." 
Belum lagi tuduhan Elphias Doge atas ketidak-akuratan yang tersebar di manamana. Apakah Skeeter benar-benar merasa bahwa empat minggu merupakan 
waktu yang cukup untuk mengumpulkan data atas kehidupan Dumbledore yang 
panjang dan tidak biasa? 
"Oh, sayang," kata Skeeter, mengingatkanku dengan penuh kasih, "kau sama
tahunya dengan diriku, sebanyak apa informasi yang dapat kita kumpulkan 
dengan sekantung penuh Galleon, berkeras menolak kata ‘tidak’, dan sebuah Pena 
Bulu Kutip Kilat! Orang-orang mengantri untuk mendapat remah-remah dari 
Dumbledore. Tidak semua orang berpikir bahwa dia begitu hebat, kau tahu – dia 
suka cari masalah dengan banyak orang penting. Tapi si Dodge tua itu tidak bisa 
menyangkal karena aku telah mendapatkan sumber yang membuat tiap jurnalis 
mau menukarnya bahkan dengan tongkat mereka. Seseorang yang tidak pernah 
berbicara di depan publik sebelumnya dan begitu dekat dengan Dumbledore 
pada masa mudanya." 
Biografi yang Skeeter tulis tentunya akan mengejutkan setiap orang yang 
percaya bahwa Dumbledore memiliki hidup bersih tanpa kesalahan. Apa rahasia 
yang paling mengejutkan yang engkau temukan, tanyaku. 
"Cukup, Betty, aku tidak akan memberitahukan berita terhebat sebelum 
orang-orang membeli bukuku!" tawa Skeeter. "Tapi aku meyakinkanmu bahwa 
setiap orang yang percaya bahwa hidup Dumbledore seputih janggutnya akan 
sadar! Anggap saja orang-orang tidak tahu semarah apa dia, saat Kau-TahuSiapa tahu bahwa dia pernah menganut Ilmu Hitam pada masa mudanya! Ya, 
Albus Dumbledore memiliki masa lalu yang begitu kelam, belum lagi 
keluarganya yang mencurigakan, dimana dia selalu berusaha untuk 
menyembunyikannya." 
Aku bertanya apakah yang Skeeter maksud adalah saudara Dumbledore, 
Aberforth, yang dinyatakan bersalah oleh Wizengamot atas skandal lima belas 
tahun lalu. 
"Oh, Aberforth hanyalah bagian kecil," tawa Skeeter. "Tidak, tidak, aku 
berbicara tentang sesuatu yang lebih buruk dari kegemaran saudaranya yang 
suka bermain-main dengan kambing, lebih buruk ayahnya yang pembenci Muggle 
– Dumbledore tidak dapat meredamnya tentu saja, keduanya dianggap bersalah 
oleh Wizengamot. Bukan juga ibu dan saudarinya yang menggugah rasa ingin 
tahuku. Kalian harus membaca bab sembilan hingga dua belas agar tahu lebih 
lengkap. Dan tidak heran pula mengapa Dumbledore tidak pernah bercerita 
bagaimana hhidungnya patah." 
Walaupun begitu, apakah Skeeter mengelak dari kecemerlangan 
Dumbledore yang membuatnya menghasilkan banyak penemuan? 
"Dia memang pintar," akunya, "walaupun banyak pertanyaan yang muncul apakah 
hanya dia sendiri yang berhak atas segala penemuannya, seperti yang aku 
ungkapkan di bab enam belas. Ivor Dillonsby telah menyatakan bahwa dia telah 
menemukan delapan fungsi darah naga sebelum Dumbledore mempublikasikan
esainya." 
Tapi beberapa hal penting yang dilakukan Dumbledore tidak dapat dapat 
disangkal, kataku. Bagaimana dengan pertarungannya dengan Grindelwald? 
"Oh, aku benar-benar senang akhirnya kau menanyakan hal itu," kata Skeeter 
dengan senyumnya yang menggoda. "Sepertinya kemenangan spektakuler 
Dumbledore pun tak lebih dari sekadar omong kosong. Jangan begitu yakin 
bahwa telah terjadi sebuah pertarungan hebat yang melegenda. Setelah 
engkau membaca bukuku, engkau akan tahu bahwa sebenarnya Grindelwald 
telah mengibarkan saputangan putihnya dan menyerah begiru saja." 
Skeeter menolak untuk memberi penjelasan lebih lanjut pada subjek yang 
menarik ini. Lalu kami melanjutkan pada sevuah hubungan yang akan membuat 
pembaca terkagumkagum. 
"Oh, ya," kata Skeeter, mengangguk dengan tenang, "aku mencurahkan satu bab 
penuh untuk membahas hubungan Potter-Dumbledore. Yang ternyata merupakan 
hubungan yang tidak sehat, menakutkan bahkan. Sekali lagi, para pembaca harus 
membeli bukuku untuk mengetahui cerita lengkapnya. Walau Dumbledore tidak 
mengambil keuntungan dari hubungan yang aneh ini, malah si bocah yang 
mendapat semua keuntungannya. Dan ini juga membuktikan bahwa Potter 
memiliki masa remaja yang penuh masalah." 
Aku bertanya apakah Skeeter masih berhubungan dengan Harry Potter, yang 
telah membuatnya begitu terkenal karena wawancara tahun lalu. Sebuah 
wawancara eksklusif dengan Potter tentang kembalinya Kau-Tahu-Siapa. 
"Oh, ya, kami menjadi sangat dekat," kata Skeeter. "Potter yang malang hanya 
memiliki sedikit teman baik, dan kami bertemu pada saat terberat dalam masa 
hidupnya – Turnamen Triwizard. Mungkin aku satu-satunya orang yang masih 
hidup yang tahu siapa Harry Potter sebenarnya." 
Hal ini membuat kami membicarakan tentang rumor yang beredar tentang 
detik-detik terakhir Dumbledore. Apakah Skeeter percaya bahwa Potter ada 
di dekat Dumbledore saat kematiannya? 
"Wah, aku tidak bisa berkata banyak – semuanya ada di buku – tapi saksi mata 
yang ada di Hogwarts melihat Potter berlari dari tempat kejadian sesaat 
setelah Dumbledore jatuh, melompat, atau didorong. Potter kemudian memberi 
keterangan melawan Severus Snape, seorang pria yang tentunya akan 
mendendam karenanya. Apakah semua yang kita lihat benar-benar seperti yang 
kita lihat? Itu yang harus ditentukan oleh para komunitas sihir – setelah 
mereka membaca bukuku." PDF by Kang Zusi
Aku mencatat dengan rasa ingin tahu yang mulai tumbuh. Dan tidak diragukan 
lagi bahwa buku Skeeter akan menjadi bestseller. Sementara para pengagum 
Dumbledore akan gemetar mengetahui siapa sebenarnya pahlawan mereka. 
Harry telah membaca habis artikel itu, namun terus menatap kosong pada 
halaman itu. Rasa marahnya tiba-tiba memuncak dan membuatnya muak. Ia 
menutup koran itu dan melemparnya ke dinding, yang lalu terjatuh di sekitar 
tempat sampah bersama sampah lain yang tak kebagian tempat karena 
tempat sampah yang terlalu penuh. 
Harry mencoba menyibukkan diri, membuka laci kosong dan memasukkan bukubuku yang seharusnya berada di sana, lalu kata-kata Rita bermunculan di 
kepalanya satu bab penuh tentang hubungan Potter-Dumbledore… yang bisa 
dibilang tidak sehat, menakutkan bahkan… ia menganut Ilmu Hitam di masa 
mudanya… aku telah mendapatkan sumber yang dapat membuat setiap jurnalis 
mau menukarnya dengan tongkat mereka… 
"Pembohong!" teriak Harry, dari jendela terlihat tetangganya yang berhenti 
memotong 
rumput karena kaget, dan melihatnya dengan gugup. 
Harry duduk di tempat tidurnya. Pecahan cermin itu meluncur menjauh 
darinya, ia 
mengambilnya dan memainkannya dalam jari-jarinya. Ia berpikir, 
memikirkan 
Dumbledore dan semua kebohongan yang Rita Skeeter karang…
Sekilas terlihat biru terang. Harry membeku, jari-jarinya yang terluka 
memegangi ujung 
cermin yang tadi melukainya. Ia tidak berkhayal, hal itu benar-benar terjadi. Ia 
menoleh, 
namun yang terlihat hanya dinding berwarna krem pucat pilihan bibi Petunia, dan 
tidak 
ada yang berwarna biru yang bisa dipantulkan cermin itu. Ia melihat ke dalam 
cermin itu, 
tapi yang bisa ia lihat hanya bayangan mata hijaunya yang cerah. 
Ia hanya berkhayal, hanya itu penjelasannya. Berkhayal, karena ia tengah 
memikirkan 
kematian kepala sekolahnya. Tapi bila itu benar terjadi, tadi adalah warna biru 
terang dari 
mata Albus Dumbledore.

1 komentar:

  1. Wah,, HP memang ga ada tandingannya...
    Jgn lupa follow blog ku ya,,
    commentnya juga ditunggu..
    thankzzz....
    http://bidanbidan.blogspot.com/

    BalasHapus